Wednesday, October 19, 2011

Perjuangan hidup

sebuah kisah perjalanan seseorang yang hidup di sepanjang bantaran sungai..... salah satu rumah kumuh dengan berbagai ventilasi liar yang menghiasi ruangan berukuran 5x5 meter, terlalu sempit untuk ditinggali 7 orang anggota keluarga, yang terdiri dari ayah, ibu, dan keempat adiknya. xxx yang seharusnya duduk di bangku perguruan tinggi, terpaksa meninggalkan label "pelajar"nya sejak kelas 3 SMP, dan harus bersedia bekerja di usia dini demi sesuap nasi untuk menyambung hidupnya dan keluarga, sang ayah yang sudah berusia lebih dari setengah abad, sudah tidak bisa bekerja berat lagi seperti dulu. sebagai seorang seniman topeng, sang ayah hanya mengandalakan pesanan orang lain saja, hal itu membuat ekonomi keluarga menjadi tidak stabil, di tambah lagi pada jaman modern seperti ini, sudah tidak banyak lagi orang yang menjajakan anaknya dengan topeng tradisional, mereka lebih memilih membelikan anaknya mainan yang sedang berkembang pada jaman sekarang, seperti: playstation dengan harga jutaan rupiah, atau dengan game online yang setiap harinya tak sepi pengunjung. namun hal itu tak membuat keluarga besar xxx patah semangat, mereka tetap bangkit walau harus terjatuh ribuan kali, begitu juga xxx, yang tetap bersemangat meski kadang harus iri melihat segerombolan mahasiswa yang sedang berjalan keluar masuk universitas, membicarakan tentang teman-temannya, tugas, dosennya dan banyak lagi yang dibahas sepanjang perjalan, kadang membuat hati xxx menangis menyadari keadaan yang tidak memungkinkannya untuk kembali menikmati bangku pendidikan. terkadang jika dia sangat merindukan sekolah, maka dibukanya kembali lembaran-lembaran yang sudah tak putih lagi, dibacanya dan di pahaminya, walau ia sendiri tidak tau akan dikemanakan semua ilmunya itu, namun xxx tetap membaca dan belajar dengan satu harapan "seandainya ada yang membutuhkan ilmuku kelak, maka dengan senang hati aku akan memberikannya", itulah harapan dari sesosok kecil rakyat yang jauh dari kata merdeka walau negara kita telah merdeka.

No comments:

Post a Comment